foto: E-KTP |
Karena tak dibekali dengan surat keterangan pindah dari kecamatan setempat -resmi dipindahkan secara permanen per 1 Juli 2012- saya tetap memutuskan untuk mengurusnya ke kelurahan dengan membawa surat keterangan hilang dari pihak kepolisian.
Saya kemudian mendatangi kantor Kelurahan Sukabumi utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (2/10/2012), dan diterima seorang pria yang duduk di dalam sebuah ruangan pertama ketika masuk yang menghadap ke pintu utama. Setelah menjelaskan kedatangan saya, ia kemudian menyatakan tak bisa mengurusnya karena tak ada keterangan surat pindah.
Saat itulah ia tiba-tiba menawarkan kepada saya. "Kalau mau sih bisa, asal bayar Rp 400 ribu," katanya. Saya tersentak. Dengan pura-pura menerima tawaran itu saya pun bernegoisasi dan ia kemudian memperkenalkan saya kepada seorang pria di dalam ruangan lain.
"Kalau mau bayarnya sama bapak yang di sana," katanya, sambil menunjuk ke arah ruangan yang terletak di selatan kantor kelurahan. Ia pun mengatakan, KTP jadi dalam waktu 10 hari, namun nomornya kemungkinan tidak terdaftar.
"Ya namanya nembak. Kalau KTP-nya sudah selesai sebaiknya pindah saja," katanya, sambil tersenyum. Saya kemudian memutuskan untuk tidak mengikuti 'permainan kotor' ini dan mengatakan akan kembali besok. Namun, petugas ini memaksa dan mengatakan saya sebaiknya ngobrol dengan bapak yang harus saya temui tempat membayar Rp 400 ribu jika saya sepakat dengan pembuatan KTP 'nembak' Jakarta.
Saya beralasan harus berangkat kerja dan sudah terlambat yang membuat petugas ini menyerah untuk menyeret saya mengobrol dengan bapak yang ia maksud untuk membahas pembuatan KTP saya.
Memberikan uang kepada petugas dengan cara seperti itu sama halnya memberikan peluang besar untuk bersemainya korupsi mulai dari skala kecil.
Penulis: Widiyabuana Andarias
sumber : Tribunnews
(asf)